Skip to main content

a Day After Married (standar-standar tak kasat mata)


Waktu masih jadi mahasiswa, sejujurnya pernah punya rencana untuk segera menikah setelah lulus kuliah dan bekerja. Lah, sekarang suka ketawa sendiri kalau mengingat dulu pernah memikirkan hal seserius itu dengan sebegitu entengnya. Panjang cerita akhirnya memang hidup gak semudah rencana kita aja. Setelah berjalanya waktu dan diiringi bertambahnya usia akhirnya baru ketemu jodoh dan nikah di usia 24 tahun.

September 2022 ini genap sudah aku dan suami menjalani rumah tangga selama 2 tahun. Selama dua tahun ini, semua yang kami berdua hadapi masih bisa didiskusikan berdua. Rata-rata tingkat kesulitanya easy to medium. 2 tahun seumur jagung ini masih terasa seru kami jalani berdua. Tapi tetep ke teman yang belum nikah, aku selalu bilang gini :

"jangan buru-buru, nikah bukan lomba balap karung 17-an dimana yang menang adalah yang duluan sampai ke finish"

kok gitusi? kenapa emang?

Sejujurnya prinsip seperti itu juga aku adopsi untuk banyak hal di hidup ini. Hidup gak pernah punya standar-standar tertentu untuk dapat kita penuhi, yang ada hanyalah tuntutan dari orang-orang sekitar yang akhirnya membentuk standar-standar yang tidak terlihat tadi.
Kebetulan aku punya sahabat sekaligus sepupu dari keluarga papa. Kami berdua seumuran, sama-sama anak ke-2,  kuliah di satu Universitas, lulus di tahun yang sama, bahkan nyaris diterima bekerja di perusahaan yang sama. Sebetulnya itu semua ga bisa dibilang suatu kebetulan, tapi lebih ke takdir karna terlalu banyak kesamaan diantara kami berdua belum lagi dengan adanya hubungan keluarga yang mengikat kami berdua. Bedanya, sepupuku lebih dulu dipertemukan dengan jodohnya. Di sebuah moment bahagianya, aku diminta untuk menjadi MC acara lamaran sekaligus moment silaturahmi keluarga calon suaminya. Akupun tentu saja sangat senang diminta menjadi bagian dari moment indah itu.
 
Acara berjalan lancar, sepupuku dan calon suaminya terlihat bahagia akupun ikut hanyut dalam kebahagiaan mereka. Hingga saking hanyutnya, aku ngga sadar setelahnya akan jadi bulan-bulanan om, tante, nenek dan semua keluarga yang hadir di acara lamaran itu.

"Ife udah mau nikah nii.. Gina kapan nyusul?"

"wkwkwk"

Hari itu aku menganggap pertanyaan seperti itu adalah sekedar basa-basi keluarga untuk menghangatkan suasana. Tak pula gentar mentalku yang waktu itu 'boro-boro mau nyusul Ife nikah, hilalnya aja belom keliatan'.
Tapi setelahnya aku sadar, pertanyaan itu adalah awal mula standar-standar tak kasat mata itu bermunculan di hidupku dan mulai 'agak' mengganggu.

Panjang cerita, beberapa bulan setelah acara lamaran itu seorang pria yang awalnya aku kenal sebagai 'teman kantor' menawarkan sebuah cincin pada sebuah makan malam bertempat di rooftop sebuah cafe kota Bukittinggi. Simsalabim menikahlah aku dengan pria itu selang beberapa bulan setelah makan malam paling romantis sepanjang masa.

Sebelum kita masuk ke cerita "life after married" mari kita bicarakan dulu konsep "menikah" versi aku

Pernah ada yang bilang "jangan menikah karna ingin mengubah seseorang" itu artinya sebelum menikah, kita harus bisa terima baik buruk pasangan, kan? 
Aku yang dulunya pengen banget nikah muda cuma karna embel-embel pengen jadi mamah muda yang kalau jalan sama anaknya keliatan kayak adek kakak malah auto ngelamun pas dilamar sama suami. Kayak "hah?" "gimananii?" "ini beneran?" Padahal waktu itu kita udah kenal dekat 2 tahun lamanya as partner di kantor. Dalam artian udah hampir 24/7 bareng-bareng selama 2 tahun.
At the moment, akhirnya i said "yes" karena melihat perjalanan 'kompromi' kami berdua. Ya, menikah adalah sebuah perjalanan 'kompromi' yang sangat panjang. Karna pada dasarnya kita berdua hanyalah sepasang manusia yang punya mood, emosi, dan fikiran yang tidak akan selalu sama. Menikah adalah bagaimana kita bisa menerima sudut pandang pasangan, dan tidak memaksakan presepsi kita pada pasangan karena sejatinya walaupun disatukan karna banyak persamaan, kita berdua tetaplah dua individu yang berbeda.

Lalu kita masuk pada a day after married (standar-standar tak kasat mata)

Siapa sangka ternyata jodoh adalah temen sekantor yang meja kerjanya cuma berjarak 1,5 meter? Yuhu, karna punya banyak waktu berdua, aku dan suami bisa dibilang sangat well prepared dalam menghadapi pernikahan. Dari menabung berdua setahun sebelum nikah, hingga rencana apa aja yang harus kita lakukan setelah menikah. Punya keturunan dijadwalkan setahun setelah nikah aja karna ditahun pertama ingin banyak menghabiskan waktu berdua dulu. Niat inilah yang akhirnya mengguncang kewarasan kami berdua. 
Benar aja, tetiba ada virus dari antah berantah yang bikin rencana setelah menikah berantakan. Alhasil kami berdua gabisa kemana-mana. Akhirnya cuma muter-muter sini doang. 1 sampe 3 bulan pertama masi aman. Eh bulan keempat...

"dah isi beloom?"

"belom juga?"

"Belom juga ya? kecapean kali  karna nyetir"

"kalau mau isi minta diajarin noh sama si anuu"

"kok belum juga? rahim kering nih keknya"

wtf? hah? rahim kering? begimana? Bener-bener ga ngerti lagi. Bisa sih. Bisa gila?
Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dilontarkan oleh orang sekitar dengan niat awal mengisi obrolan, iseng dan kepo semata itu akhirnya mulai mengganggu. Orang-orang pada kenapasi?. Semenjak itu aku jadi sentimen dan jijik kalau ditanyai udah hamil atau belum. Aku jadi berfikir, orang-orang yang lancang menanyai isi rahim seseorang adalah otak mesum yang berfikir tujuan utama menikah adalah bikin anak. Hingga suatu hari, akhirnya keresahan itu aku sampaikan juga ke suami :

"im not okay bang. Gina merasa semua orang sedang meneror kita berdua. Menurutmu, kita bakal dikasi keturunan gasii?"

"Udah tenang aja. Kali aja memang belum waktunya aja."

Bener aja, sesuai dengan niat tepat setahun menikah akhirnya kami berdua dititipin keturunan sama Allah. Lalu apa teror sudah berakhir? hohoho... belum !!

Setelah banyak yang menyadari kehamilanku, berbagai tanggapan yang menurutku tidak menyenangkan masih aja ada yang melontarkan. Tapi calon ibu muda yang sudah lelah diteror ini sekarang udah agak kuat.

"wak udah hamil? lama juga ya baru hamil"
-gak juga biasa aja. baru juga setahun-

"hiii kok dah 7 bulan perutnya masih kecil?"
-ngga pernah liat orang tinggi dan langsing hamil ya?-

"anaknya perempuan ni. soalnya ibunya jelek"
-sok tau banget. mang bini lu dirumah cantik bener?-

jujur. rasanya ploooong bisa menanggapi omelan orang dengan enteng dan tenang. Seneng banget rasanya. 

Mungkin hal yang aku alami tak lebih adalah sebuah proses bersosial. Dimana kita memang tidak selalu bisa mengendalikan apa yang akan dilontarkan lawan bicara. Tapi tentu saja sebagai makhluk sosial hal tersebut adalah hal yang biasa.Namun dari sini aku tau, bahwa kita hidup bukan untuk menyenangkan orang lain. Apalagi untuk memenuhi standar-standar tak kasat mata yang diciptakan oleh orang-orang disekitar kita. Seringkali kita terluka oleh pertanyaan yang dianggap jenaka oleh orang lain. Atau pertanyaan yang dianggap hanya untuk sekedar mengisi obrolan. Tanpa kita sadari, orang pertama yang harus kita bahagiakan dalam hidup ini adalah diri sendiri. Jadi jangan biarkan orang lain merusak kebahagiaan yang telah lama kita rencanakan. Jangan biarkan diri sendiri tanpa sadar berusaha mencapai standar yang diciptakan oleh orang-orang. Ciptakan standar kebahagiaan kita sendiri, karna sejatinya yang dapat mengukur kebahagiaan diri adalah kita sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Harga Sebuah Percaya - Tere Liye (Resensi Novel)

Hallo... Bulat 2 bulan sudah lamanya blog ini dicuekin. Kalau boleh sedikit curhat, sebenernya aku sedang menjalani hari-hari yang cukup sulit. Semenjak resmi menjadi pengangguran di Mei lalu, aku sibuk banget sama urusan nyari kerja. Beberapa minggu lalu aku diterima disalah satu Bank sebagai Frontliner. Dengan berat hati aku menolak hasil seleksi berhubungan dengan ketidaksetujuan orang tuaku dengan wilayah penempatanya yang cukup jauh. (Balada anak tunggal, hehe). Ini tentu tidak mudah buatku. Menolak pekerjaan?? Jaman now?? Siapa yang kuat?? Aku pasti dikira terlalu banyak makan micin pake teh setelah melakukan ini. Tapi, karna hatiku tenang setelah curhat sama Allah sehabis subuh waktu itu, insyallah aku akan dapat rejeki yang lebih baik. Awalnya takut kualat karna bisa dibilang "menolak rejeki" tapi aku berfikir lagi, semoga dengan besarnya pengorbananku ini aku bisa mendapat hal yang besar pula. Dan alhamdulillah saat ini aku udah di penghujung tes di Bank BRI Pad...

Sore : Istri dari masa depan (Film Review)

Hai.. ini adalah postingan kedua blog ini. Setelah daftar hal-hal yang bakalan aku share di blog mulai menggunung, maka aku memutuskan untuk me-review salah satu film yang baru-baru ini aku tonton via youtube. Karna memang setau aku film ini tidak di pertontonkan di layar lebar, melainkan hanya diterbitkan di youtube per-episodenya. Sebenernya waktu itu aku ngga lagi pengen nonton film, tapi pas aku lagi dengerin lagu di salah  satu akun yang aku subscribe di youtube  (IndieLokal), muncul vidio rekomendasi dari youtube yaitu vidio clipnya lagu Kunto Aji yang mungkin baru-baru release, judulnya I'll Find You. Sebenernya sih aku ngga terlalu suka Kunto Aji, cuma karna latar belakang vidio clipnya sore-sore gitu aku jadi penasaran. Dan setelah aku dengerin. Yepp... lagunya ternyata bagus. Buat kalian yang mungkin juga suka lagu-lagu indie accoustic mungkin bakalan suka sama lagu Ill Find You dari Kunto Aji ini. Dan ada yang ngga kalah menariknya. Yaitu Vidio clipnya yang ...

Gita Savitri, Childfree dan Budaya Patriaki

Baru-baru ini netizen heboh banget karna komentar seorang influencer di social medianya. Komentarnya gini. source : Instagram @lambe_turah Bener aja, si Gita Savitri ini langsung dihujat ama netijen. Dari yang ngatain sewajarnya bahwa komentar doi ga pantes sampe yang menghujat bahwa sebenernya doi itu mandul tapi gengsi aja mengakuinya. Terus netijen yang awalnya ga kenal sama influencer ini jadi tau siapa Gita Savitri ini. Siapa sih Gita Savitri? Jadi Gita Savitri Devi ini adalah seorang influencer asal Indonesia yang tinggal di luar negeri. Setelah menamatkan kuliahnya dibidang ilmu kimia, Gita menikah dengan seorang temanya sesama mahasiswa Indonesia yang  juga berkuliah diluar negri, terus Gita ini sekarang selain sebagai youtuber dan influencer kerja di perusahaan kosmetik. Jadi sebelum jadi konten kreator di youtube keak sekarang, doi aktif menulis di blog. Judulnya A Cup of Tea. Inilah kali pertama aku mengenal Gita Savitri. Isi blognya rata-rata adalah sudut pandang pribad...