Bertemu Ayah almh Gusti Rahma Yeni (Mahasiswa Indonesia yang tewas akibat perampokan di Mesir tahun 2014)
Sebagai pekerja di salah satu Bank terbesar di Indonesia, berkomunikasi dengan nasabah adalah sebuah hal rutin dilakukan setiap hari. Apalagi karna belakangan sedang diadakan program pergantian kartu atm jenis tabungan yang paling banyak digunakan nasabah, akupun dalam kurun waktu tertentu dipindah tugaskan sebagai petugas penggantian kartu.
Tugas baru ini mengharuskan aku berkomunikasi dengan berbagai nasabah setiap hari. Lagian, mengajak nasabah ngobrol itu lumayan seru kok. Dibanding harus mingkem, suruh tanda tangan dan isi form aja. Selain ingin memberikan kesan ramah dengan ngajakin ngobrol, ada beberapa diantara nasabah yang membawa cerita menarik ke kantor. Yang kadang, tanpa dimintapun mereka akan cerita dengan sendirinya. Jadi ya, rasanya tidak ada salahnya sekedar mendengarkan curhatan-curhatan ibu ibu atau bapak bapak yang mungkin saja dirumah gaada teman ngobrol karna ditinggal anak-anaknya yang pergi merantau.
Ada yang menarik pagi ini. Aku dihampiri seorang bapak-bapak usia sekitar 50-an yang tadinya duduk di pinggiran teras ATM depan kantor. Awalnya beliau hanya menanyakan keberadaan satpam karna biasanya satpamlah yang membantu beliau untuk melakukan penarikan uang di ATM. Namun, karna sedang tidak ada satpam yang standby di depan kantor, aku menawarkan diri untuk membantu bapak tersebut melakukan transaksi di ATM.
Setelah melihat kartu ATM yang beliau gunakan kebetulan termasuk kedalam program jenis kartu yang harus segera diganti, aku mengarahkan beliau dan satu nasabah lainya dengan jenis kartu yang sama untuk dilakukan pergantian kartu.
Seperti biasa, aku mempersilahkan nasabah untuk duduk di bangku yang telah disediakan untuk kemudian mengisi formulir. Sampai akhirnya bapak-bapak yang kutemui di ATM yang belakangan di ketahui bernama Taher itu meminta bantuanku untuk mengisi form karna penglihatan beliau sudah kurang baik.
"Kesehatan saya terus menurun sejak 2014" ucap beliau sambil memperhatikanku mengusi form untuk beliau
"Loh, kenapa begitu Pak? Bapak sakit apa?" Ucapku menarik pandanganku sejenak dari formulir untuk melihat kearah pak Taher
"Semenjak anak gadis saya meninggal. Di Mesir, 2014 lalu. Ini sudah 4 tahun, tapi ini masih membuat saya kepikiran. Masih seperti tahun yang sama dan hari yang sama ketika saya mendapat kabar ia meninggal" Ucapnya lelaki bertubuh tinggi itu
Aku terdiam sejenak untuk kemudian memberanikan diri membalas pernyataan belian dan menyusun kata-kata agar beliau tidak semakin sedih
"Ananda ingat tidak? Berita tahun 2014. Mahasiswi Indonesia meninggal dunia karna kasus perampokan di Mesir?" Tambah pak Taher yang kini sudah berkaca-kaca matanya
"Hmm... samar-samar pak diingatan saya, berhubung itu sudah 4 tahun" Ucapku ragu meng-iyakan
"Dia sedang kuliah di Mesir. Kira-kira waktu itu seusia ananda. Saya dan istri berhenti bekerja semenjak kejadian itu. Kesehatan kami berdua juga semakin menurun semenjak itu. Sekarang istri saya sering bolak-balik rumah sakit" Ucapnya lagi, membuat aku dan satu nasabah lainya yang duduk bersebelahan dengan beliau terdiam. Tertegun.
Perasaan iba, kasihan, sedih, tak bisa berkata-kata sekaligus aku rasakan ketika pak Taher selesai berbicara. Sejujurnya, masih bisa aku rasakan kebanggaan beliau sebagai seorang ayah memiliki anak perempuan yang menuntut ilmu di luar negri. Belum lagi ilmu yang dituntut adalah ilmu Agama di salah satu univesitas islam terbaik di dunia, Al-Azhr.
Namun terlepas dari sisa-sisa kebanggan yang masih cukup besar itu, dapat sekali aku rasakan kesedihan yang sepenuhnya menyelimuti beliau dan kebanggan atas prestasi almarhumah anaknya. Belum lagi perasaanku kini yang campur aduk karna mungkin ia akan semakin ingat pada anaknya setelah melihat aku yang sebaya dengan anaknya ketika meninggal dunia.
"Lalu, jenazahnya dikebumikan dimana pak? Apakah dikebumikan di Mesir?" Tanyaku memberanikan diri. Karna sepengetahuanku, biaya pengangkutan jenazah antar negara itu tidak sedikit
"Dibawa kesini jenazahnya. Dan yang menyolatkan ramai sekali. Sampai masjidnya tidak muat. Banyak pejabat yang datang. Hari itu hari jumat. Dia meninggal kamis. Pejabat yang datang dari Mesir maupun dari Man Koto Baru, tempat anak saya menempuh pendidikan sekolah menengah atas dulu." ucapnya lelaki yang mengenakan topi itu
Aku tertunduk sejenak untuk kemudian melanjutkan mengisi formulirb dan melanjutkan tugas pergantian kartu.
Bisa kita lihat pengaruh besar kesedihan yang berlarut-larut terhadap penurunan kesehatan. Aku juga punya teman dengan kisah hidup yang sama. Sepeninggalanya, ibunya juga sering sakit-sakitan. Dan sama-sama hampir menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi. Almarhumah anak pak Taher sendiri diketahui ketika hari wafatnya tinggal sebulan lagi hari wisudanya.
Seseorang pernah bilang,
"Ini seperti, kita menanam pohon. Pohonya tumbuh dan berbuah. Ketika buahnya sudah hampir matang untuk kemudian dipetik, buahnya hilang. Entah kemana. "
Kata-kata dari seorang kakak yang kehilangan adiknya karna kecelakaan. Adiknya yang sangat dekat denganku ketika duduk di sekolah menengah atas. Yang hari itu justru membuatku semakin sedih karna ia tidak menangis.
"Kasihan mama kalau kakak juga nangis. Kakak cukup menenankgkan mama"
Padahal hatinya, pada hari kelima setelah adiknya meninggal, tak sedetikpun berhenti menangis.
"Ajal memang sudah di tangan tuhan pak. Kita gak pernah tau. Bapak yang sabar ya pak. Jangan sedih terus, biar gak sakit-sakit" kalimat terakhirku untun pak Taher pagi ini seraya menyalami beliau yang pamit usai melakukan penggantian kartu ATM
Buat pembaca yang ingin tau lebih lanjut atau untuk sekedar membaca berita mengenai almarhumah anak Pak Taher, bisa klink link dibawah ini
https://m.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2014/07/20/25783/mahasiswi-ri-meninggal-di-mesir-syeikh-mohammad-zaky-ia-syahid.html
Sekaligus kalau tidak sibuk, mohon kiriman alfatiha untuk almarhumah dan doa atas kesehatan pak Taher dan istri.
Terimakasih sudah menyempatkan membaca postingan ini, semoga bermanfaat ☺️
Tugas baru ini mengharuskan aku berkomunikasi dengan berbagai nasabah setiap hari. Lagian, mengajak nasabah ngobrol itu lumayan seru kok. Dibanding harus mingkem, suruh tanda tangan dan isi form aja. Selain ingin memberikan kesan ramah dengan ngajakin ngobrol, ada beberapa diantara nasabah yang membawa cerita menarik ke kantor. Yang kadang, tanpa dimintapun mereka akan cerita dengan sendirinya. Jadi ya, rasanya tidak ada salahnya sekedar mendengarkan curhatan-curhatan ibu ibu atau bapak bapak yang mungkin saja dirumah gaada teman ngobrol karna ditinggal anak-anaknya yang pergi merantau.
Ada yang menarik pagi ini. Aku dihampiri seorang bapak-bapak usia sekitar 50-an yang tadinya duduk di pinggiran teras ATM depan kantor. Awalnya beliau hanya menanyakan keberadaan satpam karna biasanya satpamlah yang membantu beliau untuk melakukan penarikan uang di ATM. Namun, karna sedang tidak ada satpam yang standby di depan kantor, aku menawarkan diri untuk membantu bapak tersebut melakukan transaksi di ATM.
Setelah melihat kartu ATM yang beliau gunakan kebetulan termasuk kedalam program jenis kartu yang harus segera diganti, aku mengarahkan beliau dan satu nasabah lainya dengan jenis kartu yang sama untuk dilakukan pergantian kartu.
Seperti biasa, aku mempersilahkan nasabah untuk duduk di bangku yang telah disediakan untuk kemudian mengisi formulir. Sampai akhirnya bapak-bapak yang kutemui di ATM yang belakangan di ketahui bernama Taher itu meminta bantuanku untuk mengisi form karna penglihatan beliau sudah kurang baik.
"Kesehatan saya terus menurun sejak 2014" ucap beliau sambil memperhatikanku mengusi form untuk beliau
"Loh, kenapa begitu Pak? Bapak sakit apa?" Ucapku menarik pandanganku sejenak dari formulir untuk melihat kearah pak Taher
"Semenjak anak gadis saya meninggal. Di Mesir, 2014 lalu. Ini sudah 4 tahun, tapi ini masih membuat saya kepikiran. Masih seperti tahun yang sama dan hari yang sama ketika saya mendapat kabar ia meninggal" Ucapnya lelaki bertubuh tinggi itu
Aku terdiam sejenak untuk kemudian memberanikan diri membalas pernyataan belian dan menyusun kata-kata agar beliau tidak semakin sedih
"Ananda ingat tidak? Berita tahun 2014. Mahasiswi Indonesia meninggal dunia karna kasus perampokan di Mesir?" Tambah pak Taher yang kini sudah berkaca-kaca matanya
"Hmm... samar-samar pak diingatan saya, berhubung itu sudah 4 tahun" Ucapku ragu meng-iyakan
"Dia sedang kuliah di Mesir. Kira-kira waktu itu seusia ananda. Saya dan istri berhenti bekerja semenjak kejadian itu. Kesehatan kami berdua juga semakin menurun semenjak itu. Sekarang istri saya sering bolak-balik rumah sakit" Ucapnya lagi, membuat aku dan satu nasabah lainya yang duduk bersebelahan dengan beliau terdiam. Tertegun.
Perasaan iba, kasihan, sedih, tak bisa berkata-kata sekaligus aku rasakan ketika pak Taher selesai berbicara. Sejujurnya, masih bisa aku rasakan kebanggaan beliau sebagai seorang ayah memiliki anak perempuan yang menuntut ilmu di luar negri. Belum lagi ilmu yang dituntut adalah ilmu Agama di salah satu univesitas islam terbaik di dunia, Al-Azhr.
Namun terlepas dari sisa-sisa kebanggan yang masih cukup besar itu, dapat sekali aku rasakan kesedihan yang sepenuhnya menyelimuti beliau dan kebanggan atas prestasi almarhumah anaknya. Belum lagi perasaanku kini yang campur aduk karna mungkin ia akan semakin ingat pada anaknya setelah melihat aku yang sebaya dengan anaknya ketika meninggal dunia.
"Lalu, jenazahnya dikebumikan dimana pak? Apakah dikebumikan di Mesir?" Tanyaku memberanikan diri. Karna sepengetahuanku, biaya pengangkutan jenazah antar negara itu tidak sedikit
"Dibawa kesini jenazahnya. Dan yang menyolatkan ramai sekali. Sampai masjidnya tidak muat. Banyak pejabat yang datang. Hari itu hari jumat. Dia meninggal kamis. Pejabat yang datang dari Mesir maupun dari Man Koto Baru, tempat anak saya menempuh pendidikan sekolah menengah atas dulu." ucapnya lelaki yang mengenakan topi itu
Aku tertunduk sejenak untuk kemudian melanjutkan mengisi formulirb dan melanjutkan tugas pergantian kartu.
Bisa kita lihat pengaruh besar kesedihan yang berlarut-larut terhadap penurunan kesehatan. Aku juga punya teman dengan kisah hidup yang sama. Sepeninggalanya, ibunya juga sering sakit-sakitan. Dan sama-sama hampir menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi. Almarhumah anak pak Taher sendiri diketahui ketika hari wafatnya tinggal sebulan lagi hari wisudanya.
Seseorang pernah bilang,
"Ini seperti, kita menanam pohon. Pohonya tumbuh dan berbuah. Ketika buahnya sudah hampir matang untuk kemudian dipetik, buahnya hilang. Entah kemana. "
Kata-kata dari seorang kakak yang kehilangan adiknya karna kecelakaan. Adiknya yang sangat dekat denganku ketika duduk di sekolah menengah atas. Yang hari itu justru membuatku semakin sedih karna ia tidak menangis.
"Kasihan mama kalau kakak juga nangis. Kakak cukup menenankgkan mama"
Padahal hatinya, pada hari kelima setelah adiknya meninggal, tak sedetikpun berhenti menangis.
"Ajal memang sudah di tangan tuhan pak. Kita gak pernah tau. Bapak yang sabar ya pak. Jangan sedih terus, biar gak sakit-sakit" kalimat terakhirku untun pak Taher pagi ini seraya menyalami beliau yang pamit usai melakukan penggantian kartu ATM
Buat pembaca yang ingin tau lebih lanjut atau untuk sekedar membaca berita mengenai almarhumah anak Pak Taher, bisa klink link dibawah ini
https://m.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2014/07/20/25783/mahasiswi-ri-meninggal-di-mesir-syeikh-mohammad-zaky-ia-syahid.html
Sekaligus kalau tidak sibuk, mohon kiriman alfatiha untuk almarhumah dan doa atas kesehatan pak Taher dan istri.
Terimakasih sudah menyempatkan membaca postingan ini, semoga bermanfaat ☺️
Comments
Post a Comment